Perempuan Berdaya, Melek Hukum Usaha
Anita Rohmah,S.H.,M.Kn.,C.Me
---
Perempuan merupakan obyek yang seringkali dilupakan dalam narasi apapun. Khususnya peran sertanya dalam upaya percepatan pembangunan. Ia selalu dianggap obyek lemah yang selama ini peran sertanya diragukan. Strereotipe tersebut sudah lama mencengkeram perempuan. Kiprahnya selama ini hanya dilihat sebatas pada hal-hal yang tidak bisa mengubah dunia. Streotipe ini melekat pada media-media kita. Mereka menyorot perempuan hanya sebatas kemolekan semata. Belum lagi soal seksualitas yang seringkali diumbar dengan judul bombastis. Soal intelektualitas, kemandirian dan keperkasaan seringkali dinilai menjadi nomor kesekian. Perempuan lebih sering bukan dilihat secara utuh sebagai sosoknya sendiri dalam kemandirian
Salah satu yang seringkali dilupakan adalah daya cipta kreasi secara naluriah sang Ibu seringkali berhasil menggerakkan perekonomian dalam usaha skala kecil rumahan. Tangan-tangan kreatif inilah yang berhasil menciptakan revolusi-revolusi kecil dari dapur. Membuat dapur tak sekedar mengebul hanya untuk keluarganya sendiri tapi juga bisa menghidupi dapur-dapur lain milik sesamanya. Bahkan sampai luas hingga mampu menyumbangkan pendapatan bagi negara. Bagi perempuan, bukan hal yang mustahil untuk menghasilkan uang dari rumah dan dapur mereka sendiri. Kreasi dan ketangguhannya dalam bertahan hidup tidak bisa diragukan lagi. Bisnis-bisnis rumahan itu menjelma sebagai Usaha Kecil Menengan (UKM) yang tersebar dan menjamur di seluruh Indonesia. Betapa sebenarnya peran perempuan sangat kuat dalam pertumbuhan dan kemandirian perekonomian bangsa
Berdasarkan data pendukung yang didapat dari infografis titro.id tentang potensi UKM Perempuan di Indonesia, sebanyak 39% perempuan di Indonesia ingin membuka usaha. Sementara itu, 93% akses internet lewat ponsel pintar untuk belajar bisnis dan transaksi online. Data IFC USAID pada Maret 2016, tetang perempuan yang membuka usaha, ada sebanyak 34% usaha menengah berkontribusi terhadap PDB sebanyak 9,9%. Serta ada sekitar 51% perempuan membuka usaha kecil.
Data di atas menggambarkan bahwa banyak sekali perempuan yang menaruh minat untuk berwirausaha dari rumah, entah berawal dengan berkreasi di dapurnya atau lewat ponsel pintarnya.
Sementara itu, dari data pendukung kesenjangan perempuan dalam usaha kecil dan menengah, ada sebanyak 60% perempuan di Indonesia terpaksa berwirausaha. Bukan termotivasi untuk berwirausaha. Maksudnya dalam hal ini adalah ada beberapa hal yang membuatnya terpaksa untuk memilih wirausaha. Salah satu alasan utamanya adalah karena tuntutan factor ekonomi. Kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi biasanya menjadi salah satu alasannya. Sehingga memaksa perempuan turut membantu suami mencari nafkah. Sementara untuk bekerja kantoran pun terkesan sulit karena di rumah, ada banyak hal yang harus diurus. Wirausaha adalah jalan tengahnya. Bisa tetap bekerja di rumah sambil menyelesaikan urusan rumah.
Setiap keputusan tentu saja mengandung resiko. Itu merupakan hal alamiah yang terjadi, apalagi bagi mereka yang memilih untuk berwirausaha. Selain risiko, tentu saja ada hambatan yang meyertainya, sehingga usaha yang dirintis seringkali gagal, mandeg di tengah jalan dan bangkrut. Hal ini menjadi berbeda ketika pelaku usahanya adalah perempuan. Yang notabene akan lebih banyak hambatan selain pelaku usaha laki-laki.
Beberapa hambatan yang dialami oleh perempuan dalam membuka usaha adalah :Tidak ada dukungan dari keluarga atau suami
Sulit dapat izin usaha
Beratnya kompetisi pasar
Sulit mendapat karyawan
Sulit mengatur waktu antara rumah tangga dan bisnis
Bahan sulit didapat atau harganya terlalu mahal
Akses modal terbatas baik dari bank maupun institusi keuangan
Hambatan lain bisa berupa : pendidikan rendah, kurang pelatihan, tanggung jawab rumah tangga berat serta terbentur dengan norma agama, kultural, tradisi dan hukum
Dari beberapa hambatan di atas, yang bisa diatasi bersama adalah mengenai kurangnya pemahaman mereka soal usaha dan segala sesuatu yang menyert
ainya. Seperti izin usaha, bagaimana sih kedudukan hukum dalam menjalankan usaha dan beberapa prosedur administratif lainnya. Karena selama ini salah satu permasalahan UKM yang dijalankan perempuan adalah kurangnya pendidikan literasi terkait usaha serta minimnya akses terhadap bidang hukum dalam berusaha. Seringkali kebanyakan dari mereka punya dorongan yang kuat untuk memelajarinya, namun selama ini dirasa belum mengetahui harus memulai dari mana. Ini merupakan salah satu yang menjadi tantangan yang sedang dihadapi perempuan dalam lingkup UMKM Indonesia.
Dengan adanya komitmen tersebut, IDLO dan Kedutaan Besar Belanda mengadakan Training and Legal Clinic for Women Micro Small and Medium Enterpreneurs (MSMEs) untuk meningkatkan pemahaman gender dan mendorong lingkungan hukum yang kondusif untuk membantu iklim bisnis, memaksimalkan hasil program di luar kegiatan sub proyek, memberi perempuan dalam industri UMKM pendidikan dalam perspektif hukum, pengetahuan, dan keterampilan yang berkaitan dengan akses ke keuangan, pendaftaran bisnis, pajak, serta retribusi biaya yang memberdayakan perempuan untuk meningkatkan bisnis mereka. Training dan Legal Clinic tersebut akan diberi judul “PELATIHAN DAN KLINIK HUKUM UNTUK PENGUSAHA MIKRO DAN KECIL PEREMPUAN INDONESIA”.
ntuk pelaksanaan training dan legal klinik dimaksud, IDLO dan kedutaan besar Belanda bekerja saja dengan Mulyana Abrar and Associates, Irma Devita Learning Center (IDLC) Bappenas, Kedutaan Besar Belanda, HIPPI, dan Easybiz. Program yang berlangsung pada tanggal 25-29 November 2019 mendatang di Hotel Swissbel, Jl. Padjajaran – Kota Bogor ini akan diikuti oleh sekitar 50 perempuan dari seluruh Indonesia yang telah diseleksi dan dipilih oleh HIPPI.
Program tersebut berfokus pada pemberian bekal ilmu hukum dan coaching klinik hukum dan pendirian legalitas usaha serta mengatasi permasalahan kecil terkait kegiatan usaha yang dilakukan. Ini dikhususkan buat perempuan karena tujuannya adalah pemberdayaan UMKM perempuan. Selain untuk meningkatkan pemahaman gender dan mendorong lingkungan hukum yang kondusif, hal ini diharapkan mampu membantu iklim bisnis, memaksimalkan hasil program, memberikan pendidikan dan perspektif hukum serta pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan keuangan pada perempuan dalam industri UMKM. Pelatihan dan klinik pendidikan hukum ini juga meliputi pendaftaran bisnis, pajak, serta pengetahuan tentang retribusi biaya yang nantinya bisa memberdayakan perempuan untuk meningkatkan bisnis mereka.
Segala permasalahan usaha khususnya tentang UMKM akan dikupas tuntas dalam acara ini. Diharapkan ini menjadi semangat bagi perempuan untuk memajukan UMKM di Indonesia. Sebagai perempuan tentu saja semoga acara-acara seperti ini bisa memotivasi mereka untuk terus belajar dan mengupgrade kemampuan diri. Hal tersebut bertujuan untuk melahirkan solusi-solusi yag cerdas ketika suatu saat nanti mereka sedang mengalami permasalahan dalam bisnisnya.
Ketidaktahuan membuat perempuan merasa lemah dan sering dijadikan obyek daripada menjadi subyek. Menimba pengetahuan dan upgrade kemampuan diri bukan berarti kita hendak menyaingi laki-laki. Namun hal ini merupakan tuntutan untuk saling berbagi peran dalam upaya percepatan pembangunan. Jadi, jangan takut untuk terus mencoba berusaha dan belajar ya. Jika kita terus berdaya, makan akan saling menguatkan untuk memajukan bangsa.
Sampai jumpa di acara Training and Legal Clinic!
Posting Komentar
Posting Komentar